#12 Jewel

10.05


  JEWEL

 Under the grey and square sky
Is filled with all kinds of desires today
But I don't lose sight of the light among them
And can walk, looking forward
Because you always show me
That there remains a purity even in a corner of this city

Breathing calmly, I looked at you
Who had fallen asleep, so exhausted
The sweet, unprotected profile
That no one in the world but me knows

One day when the sunlight poured and the wind blew gently
As if it were nothing special
I felt alone that something was changing in me
Slowly, firmly and surely

Though I wasn't sad at all, tears fell down
Because your feelings sank painfully into
The scar in the depth of my heart
And changed it into tenderness

If you come across deep sorrow
I wish you will share it with me
I'll be able to do anything for the smile
My precious treasure
My precious treasure
------------------------------------------------------------------------

Ayumi hamasaki's song, Jewel
Just the translation. I love the meaning, so deep

And this song. Always be my fav song...

 

-isn-

Read On 0 komentar

#11 Meledak

07.19



Rasanya tempat bersandar akan lebih dari cukup sebagai hadiah ku dihari ini. Bukan karena aku sedang berulang tahun atau merayakan sesuatu. Anggap saja jackpot setelah aku dengan suksesnya merusak beberapa circuit di otakku ini. Bukan berarti aku ingin minta imbalan atau pamrih. Hanya saja, ah sudahlah..

Rasanya aku tak banyak bekerja, tak seberapa jika kau bandingkan dengan beberapa orang disekitarku. Tapi ntah bagaimana gerah di pikiranku bisa memuncak..

Letih sekali aku, kalau seniorku bilang ‘tertatih’. Karena memakai kata ‘galau’ maknanya sudah tidak relevan dan bergeser pada sesuatu yang berlebihan.

Haaahhh...
Toh bersandar pada sesuatu sepertinya bukan gayaku, right? Coba bayangkan ketika kau bersandar dan kau meledak! Astaga! Bagaimana yang kau sandari bung?
Mencari tempat bersembunyi sembari menghitung mundur pemicu peledak dalam badan fana ini rasanya lebih pas.
Ketika semua usai, beberapa bagianku telah tercecer, susun saja kembali untuk penghacuran berikutnya. Biasanya sih seperti itu mekanismenya.


Simple, life just like circle. A line without ends, just stay in the same rhytm...

Menyedihkan...

Dan yang lebih menyedihkan..
Kau meledak tepat sebelum kau berhasil menyembunyikan diri..



Dan disana, kulihat seseorang terluka terkena serpihannya”


-isn- 27.06.13
Read On 0 komentar

#10 Soal Ujian

08.17



Love and Time

Once upon a time, in an island there lived all the feelings and emotions : Happiness, Sadness, Knowledge, and all of the others, including Love. One day it was announced to them that the island would sink! So all constructed boats and left. Except for Love.

Love wanted to hold out until the last possible moment. When the island had almost sunk, Love decided to ask for help.
Richness was passing by Love in a boat. 
Love said, "Richness, can you take me with you?"
Richness answered, "Sorry Love, I can't. There is a lot of gold and silver in my boat and so there is no place here for you."

Love next asked Vanity who was also sailing by. Vanity was also ready with the same answer.
"I can't help you, Love. You are all wet and might damage my boat," Vanity answered.

Sadness was close by so Love asked, "Sadness, take me along with you."
"Oh . . . Love, I am so sad that I need to be by myself!", sadness said in a sullen voice.

Happiness passed by Love, too, but she was so preoccupied with her happiness that she did not even hear when Love called her.

Suddenly, there was a voice, "Come, Love, I will take you." It was an elder. An overjoyed Love jumped up into the boat and in the process forgot to ask where they were going. When they arrived at a dry land, the elder went her own way.

Realizing how much was owed to the elder, Love asked Knowledge another elder, "Who Helped me?"
"It was Time," Knowledge answered.
"Time?" thought Love. Then, as if reading the face of Love, Knowledge smiled and answered, "Because only Time is capable of understanding how valuable Love is."

------------------------------------------------------------------------------------------

Yak, seperti judulnya. Cerita singkat ini adalah soal ujian bahasa Inggris ku.
Aku kenal cerita ini-pun beberapa tahun lalu, kelas..hmm sepuluh?

Masih sejuk di ingatanku, aku duduk dibangku dekat jendela itu seraya tersenyum membaca kertas soal ku.
Rasanya seperti, " bermakna sekali ya mam?"


-isn-
Read On 0 komentar

#9 Jingga

06.48



06.45...
Kupandangi lekat-lekat imitasi haruman jingga itu dimejaku. Bingung sekali aku, rasanya ada sesuatu yang mencekik otakku.

Rasa bersalahku padamu


Ah, sudahlah! Bawa saja.
Kan kubawa jingga itu ke kampus. Kuharap jingga yang satu lagi tak tertinggal...ya semangat keberanianku.

Kugesitkan derapku, tak kalah jantung ini berderap pula. Lima menit dari pukul tujuh, kuparkirkan tas ku. Kulihat yang lain asik berbincang, sementara aku masih kesulitan mengatur nafasku yang memburu. Katanya, tidak ada dosen hari ini..

Hah! Kududuk ditepian pipa, kuamati satu demi satu individu di kerumunan yang berlalu lalang...
Detik, menit, jam, saatnya ganti bengkel!
Ku tegakkan badan, dan bersiap beranjak. Tunggu! Aku tahu, mataku tak mungkin salah. Dia...

Otakku berpikir keras, jingga ditasku rasanya tengah meronta ingin keluar.
Bodoh ah! Kuhampiri ia, kukatakan dengan sayu “ Maaf ya”...
Langsung kucabut gasku. Bengkel bisa jadi tempat terindah saat ini. Lega sekali...
Aku yakin teman-temannya tengah heboh. Yang penting sud..hm? seseorang menepukku dari belakang

                                       --------------------------------------------------------

06.00, jam disebelah kananku menginfokanku bahwa tadi...mimpi?
Kubawa nyawa ini kedekat meja..
Hah... ternyata memang masih ada.

Jingga...
                Berdebu...
                                Punyamu...



-isn-
Read On 0 komentar

#6 Kaburnya Politik Kampus

05.54


            Partisipasi yang luar biasa sungguh patut diacungi jempol bagi mereka yang membuang jauh apatisnya dan menyambut pemilu mahasiswa (pemilwa) dengan suka cita. Satu agenda yang diadakan dengan tujuan pengkaderisasian dan penjaringan pemimpin-pemimpin baru ini didaulat sebagai pesta demokrasi mahasiswa terbesar. Layaknya pemilu pada umumnya, sekelumit masalah tak ayal membungkus pemilwa.  Sudah jadi makanan publik, pemilwa jadi ajang adu popularitas untuk meraih jabatan dengan nilai prestise tinggi, mulai dari kursi HIMA sampai tahta tertinggi BEM. Dengan impian membawa nama jurusan agar lebih eksis kedepannya, sikut-menyikut bak pemilu tingkat Nasional terkadang juga terjadi. 

            Strategi boleh saja diadu, tapi disini mahasiswa baru (maba) jadi korbannya. Jika kita kaji, hampir 90% pemilih merupakan maba. Menggunakan hak suara “satu menit untuk satu tahun” menjadi sensasi tersendiri bagi maba yang labelnya masih awam. Miris sekali rasanya melihat maba yang dengan penuh keyakinan ingin ikut serta menyalurkan suara, tapi realitanya mereka jadi sumber daya terbaik untuk dieksploitasi. Mengapa saya bisa berkata demikian? Seperti yang telah kita tahu, maba belum paham betul bagaimana seluk-beluk politik kampus. Pasalnya maba merupakan pendatang baru dengan jiwa-jiwa labil nan polos yang baru saja melepas jabatan siswanya. Hal ini membuat mereka jadi sasaran empuk pencucian otak dengan orasi dan buaian kata-kata manis. Alhasil mereka memilih karena kenal tapi tak paham siapa yang mereka pilih atau lebih parahnya lagi cuma sekedar ikut-ikutan. Dan dapat dipastikan, lebih dari setengahnya kelak akan menyesal setelah tahu siapa yang mereka pilih. 

            Lalu kemana angka 10% pemilih yang lain? Ya, mereka adalah tim sukses dari masing-masing calon. Lalu dimana mereka yang peduli pada kampus ini? Mereka-lah sebagian mahasiswa yang lebih suka tidak memilih karena mereka tidak tahu dimana suara mereka bisa disalurkan. Bobroknya politik kampus dan tidak idealnya calon dimata mereka memicu adanya opsi “Golput”. Lalu sebagian dan sisa dari mereka bersikap apatis karena merasa “Toh tidak ada untungnya aku memilih, waktuku cuma untuk skripsi”. Sekali lagi, politik kampus makin memprihatinkan dengan adanya sikap apatis dan ikut-ikutan. 

            Miringnya demokrasi tingkat kampus saja sudah cukup untuk menjadi tolak ukur bagaimana demokrasi tingkat nasional. Jangankan disuruh mengubah nasib bangsanya, mahasiswa yang katanya agent of change itu ternyata masih berpikir dua kali untuk mengubah nasib kampusnya sendiri. Dan ini hanyalah segelintir masalah seputar peserta pemilwa. Bagaimana dengan penyelenggaranya sendiri, kepanitiaan pemilihan umum alias KPU? Tentunya masih banyak yang perlu dikoreksi dan dibenahi. Tapi yang terpenting, mari gunakan hak pilih semaksimal mungkin, jangan sampai nasib setahun kampus kita rusak karena sikap apatis dan adanya eksploitasi suara maba.


-isn-
Read On 0 komentar

Playlist

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Nurul Isni Sirbiyani
Palembang-Yogyakarta, Indonesia
Not so impportant. I'm ok wif myself, so don't bother urself with me n mine
Lihat profil lengkapku